Minggu, 21 Juni 2015

BETWEEN IJEN AND TANJUNG PAPUMA

kawah Ijen

Sudah lama aku tidak ke kawah Ijen, terakhir ke sana kira-kira 15 tahun yang lalu.
Beberapa kali aku ke kawah Ijen menemani teman atau family yang datang ke Surabaya yang ingin menikmati keindahan kawah Ijen.
Kali ini aku pergi bersama-sama dengan teman-teman kantor, rombongan berangkat dengan dua mobil.
Mengingat faktor “U” dan sudah jarang berolah raga ditambah badan lebih subur dibanding 15 tahun yang lalu, jam 4 sore sebelum makan malam aku minum suplemen, maksud hati supaya stamina bertambah kuat.
Kira-kira jam 6 menjelang jam 7 malam, sebelum rombongan berangkat kita makan malam dulu.
Perutku sudah merasa agak tidak enak tetapi setelah makan malam segar kembali.
Menjelang subuh rombongan tiba di Paltuding.
Tongkat-tongkat yang sudah dibawa dari Surabaya dikeluarkan, siap mendaki kawah Ijen.
Udara  dingin dan sekali-kali angin bertiup  menerpa wajah  ehm…brrr…dingin.
Sebelum naik kita beli tiket dan cari guide yang akan memandu kita naik kawah Ijen.
Belum lama berjalan , aku sudah lemas, nafasku terasa berat, aku sudah mau kembali tidak ikut naik.
Aku tidak menyangka mengapa aku bisa mendadak lemas, setelah turun dari Ijen dan dibahas penyebab lemasku diduga karena minum suplemen dalam kondisi  perut kosong
Teman-teman terus menerus memberi semangat, ada yang memberi aku minum, permen, coklat dll.
Tetapi baru berjalan sebentar aku lemas lagi.
Akhirnya aku naik ke Ijen dengan tumpuan teman di kiri dan di kanan.
Aku heran kenapa aku begitu tak berdaya, aku kasian dengan teman yang memapah aku , pasti capek banget.
Di tengah perjalanan tempat menimbang belerang ada warung , ada teman membelikan aku teh manis panas, setelah aku minum aku agak segar.
Aku sudah bisa berjalan dengan berpegangan selendang yang difungsikan sebagai tali, tidak perlu dipapah kiri kanan.
Sampai di atas, aku segar kembali, melihat pemandangan indah, naluri berfoto langsung timbul.
Ada 3 fotografer yang ikut dalam rombongan kita , Mr Wk, Mr Le dan Mr Ed.
Semua foto yang ada di artikel ini , mereka yang foto.
Terimakasih teman yang telah menolong dan memapah aku naik Ijen, membelikan aku teh manis hangat, memberi  permen, coklat dan memberi semangat tulus tanpa kenal lelah.
Tanpa kalian , aku tidak mungkin bisa nyampai ke kawah Ijen.
Di puncak Ijen
Aku sudah segar, bisa turun ke Ijen dengan lincah karena kalau ngerem tambah berat.
Di bawah ada warung kopi yang menjual pisang goreng, ketela goreng dan segala macam gorengan.
Kita semua lapar, dengan semangat makan gorengan tsb, sampai ibu warung kewalahan memenuhi pesanan kita.
Tiba-tiba angin bertiup, sisi tenda bergoyang hampir roboh, untung hanya berlangsung sebentar, tenda berhasil di pasang kembali dan tidak ada korban .
Setelah puas ngopi, ngeteh dan makan gorengan, rombongan menuju Jampit I Guest House, tempat kita akan menginap. Ditengah perjalanan ada pohon tumbang menghalangi jalan.
Cowok-cowok turun dari mobil ikut berjibaku menyingkirkan pohon agar kita semua bisa melanjutkan perjalanan.
Perjalanan ke Jampit I  Guest House sepanjang  15 km melewati jalan makadam yang serasa tak berujung. Beberapa kali tanya, jawaban yang ditanya terus aja…masih terus...terus...dan terus.
Teman-teman bertanya padaku, apakah masih jauh ? Aku lupa sudah 15 tahun yang lalu, perasaan dulu tidak sejauh ini. Perut mulai mengumandangkan musik keroncong, orkes melayu, jazz campur jadi satu.
Obrolan yang seru mulai sepi , camilan apa saja yang bisa dimakan mulai estafet berpindah-pindah tangan.
Akhirnya nyampai juga ke guest house…mata rasanya terang dan hati riang.
Apalagi disambut dengan taman yang indah.
taman Jampit I Guest House
Setelah barang-barang diturunkan segera kita makan siang.
Makan siang sederhana yang kita pesan dari guest house ditambah sambal bu Rudy , Pop Mie dll yang kita bawa dari Surabaya.
Suasana makan siang kali ini, amat sangat khidmat, nikmat dan enak . Makanan sederhana jadi nikmat karena kita lapar dan capek. Ada yang bilang Pop Mie yang paling enak dimakan seumur hidupnya ..ha..ha..ha..
Jampit I Guest House berada diketinggian 1.150 meter di desa Jampit kecamatan Sempol, dibangun ditahun 1927 milik PTP XII.
Dulu era jaman orde baru , Sudomo dan Siska pernah honeymoon di sana.
Model rumahnya, era jaman Belanda, di ruang tamu lantai dua ada perapian.
Nyaman, tetapi jauh dari mana-mana. Kebunnya ditumbuhi bunga-bunga yang diambil bibitnya dari benua Eropa, tetapi aku lihat bunganya tidak sebanyak 15 tahun yang lalu walaupun tetap indah.
Malam hari suhu udara dingin sekitar 10 derajat Celsius, setelah makan malam kita minum wine didepan perapian, seolah –olah berada di Eropa.
Kita foto di depan perapian, hasil fotonya oke banget…siiip...!!!. Siapa dulu donk yang foto, kalo bukan fotografer kita dari SIMP.
di depan perapian Jampit I Guest House
Subuh, kita mesti bangun karena kita rencana akan ke Tanjung Papuma.
Semua sudah siap, tinggal satu teman kita belum siap, mungkin tadi malam bermimpi didatangi nonik Belanda. Kita segera berangkat sambil menunggu mr Sek Ta Lah selesai mandi.


WE ARE ON SEAFOOD DIET, I SEE FOOD, I EAT IT

Selain membawa 3 fotografer , kita juga membawa koki handal dari Gorontalo.
Makan siang kita dimasak koki handal kita : mr Muston, untuk sementara koki warung Tanjung Papuma istirahat dulu, kita lebih percaya koki kita yang memasak.
Hasilnya sudah dapat dipastikan …yummy…enak tenan…maknyuss.
Sampai ada teman yang mengira duri ikan adalah daging ikan yang wuenak...bumbu-bumbunya merasuk tidak hanya ke daging ikan, bahkan sampai ke duri-durinya. Mantap tenan !!
Enak tenan


Setelah puas explore di Tanjung Papuma, kita pulang ke Surabaya dengan perut kenyang dan kenangan indah. Sampai jumpa di perjalanan berikutnya..
Tanjung Papuma

2 komentar: