Rabu, 30 Desember 2015

KE BALI LAGI YUUK...!!

Bali selalu membuat kita ingin kembali. Dari survei kecil-kecilan ke teman-teman , rata-rata mereka ke Bali lebih dari satu kali. Suasana Bali selalu mengundang untuk kembali pergi.  Apa sih yang membuat kita tak bosan ke Bali ?. Ada yang mengatakan alamnya  indah , penduduknya toleran dan "welcome " terhadap  pendatang, aman, budaya Bali unik. Ada juga yang menjawab Bali identik dengan kebebasan berekspresi. Di Bali kita bisa memakai baju yang menurut kita nyaman, tanpa memikirkan apa kata orang. Kita bisa bebas jalan-jalan memakai baju kedodoran, celana pendek yang nyaman tanpa memikirkan bentuk badan, asal kita nyaman...so what gitu loh !. O ya..ada yang bilang berada di Bali serasa berada di luar negeri, di negara para Bule, karena di tempat wisata tertentu lebih banyak turis bule dibanding turis lokal.

Saat ini aku kembali Ke Bali. Diajak teman, ada tawaran promo tiket pesawat Surabaya- Denpasar PP dan menginap 2 malam di hotel The Heaven Seminyak Rp. 1.300.000,-. Berangkat hari Sabtu, Senin balik ke Surabaya, hanya cuti sehari. It 's okay !. Berlibur dan leyeh-leyeh sebentar di Bali.
The Heaven Hotel Seminyak Bali

Hasil browsing dari internet mengatakan, kalo kita ingin merasakan suasana desa asli Bali pergilah ke Desa Penglipuran.
Okay...yuk kita ke Desa Penglipuran !.

Desa Adat Penglipuran
Desa Penglipuran Bangli

Lokasinya berada di Kubu, kabupaten Bangli, satu kabupaten dengan Kintamani dan gunung Batur serta tidak jauh dari lokasi wisata Ubud.
Perjalanan dari bandara menuju desa Penglipuran lancar, tidak terlalu ramai cenderung sepi.  Di pertigaan menuju desa Penglipuran ada penjual jajan pasar sedang dikerumuni pembeli. Nyobain yuk..jajan pasar di Bali. Jajan pasar yang dijual mirip jajan pasar di Jawa ada klepon, klanting dan gendar lupis. Tapi ada yang beda, jajanan semacam lupis berwarna putih dan di dalamnya ada pisang cacah. Cara makannya ditaburi kelapa parut dan gula kelapa cair yang di dalamnya ada nangka yang diiris kecil-kecil.  Enak juga...apalagi udara sejuk membuat perut lapar .
Padahal tadi dari bandara kita sudah mampir sarapan nasi ayam betutu.
Di meja dekat jajan pasar ada minuman dalam kemasan air mineral, berwarna hijau tua dan kuning. Nama minuman tersebut loloh cemcem minuman khas desa Bangli, rasanya asam dan sedikit pedas tapi menyegarkan. Warna hijau efek dari daun cem cem bahan baku minuman tsb, sedangkan yang kuning dibuat dari kunyit putih kata ibu yang jual. Mungkin memakai campuran kunyit untuk memberi efek warna kuning, selain kunyit putih.
Loloh Cemcem

Perut sudah kenyang, tubuh kembali segar, kita melanjutkan perjalanan ke Desa Penglipuran.
Di dekat pintu gerbang desa disediakan lahan parkir yang cukup luas, kendaraan dan mobil tidak boleh masuk lokasi desa. Kita berkeliling desa dengan berjalan kaki, jalanan naik dan turun dihubungkan dengan tangga, dikiri kanan tumbuh pohon dan bunga-bunga bermekaran berwarna cerah yang tumbuh subur.Udara bersih dan sejuk, desa ini berada di ketinggian 600 - 700 meter di atas permukaan laut.
Bentuk rumah penduduk hampir sama, atap rumah dan dinding rumah menggunakan bambu, lebar pintu gerbang yang hanya muat untuk satu orang dewasa. Di masyarakat Bali pintu ini disebut angkul-angkul.

Luas desa sekitar 112 hektar dan tidak semua lahan desa digunakan sebagai rumah penduduk, sekitar 40 % dari lahan desa adalah hutan bambu. Menebang pohon bambu di desa ini tidak boleh sembarangan harus ijin ke tokoh masyarakat setempat.

Selain memiliki budaya menghormati alam, penduduk desa Penglipuran Bali juga memiliki budaya dan tradisi menghormati wanita. Adan aturan desa yang melarang pria melakukan poligami, jika ketahuan melakukan poligami maka akan mendapatkan hukuman dikucilkan dari desa.

Desa ini juga memiliki budaya hukuman untuk pencuri. Bagi yang ketahuan mencuri, akan dihukum harus memberikan sesajen lima ekor ayam dengan warna bulu ayam yang berbeda di 4 pura leluhur mereka. Dengan cara ini, semua penduduk desa akan mengetahui siapa yang mencuri,  tentu saja pencuri tsb akan malu karena menjadi bahan pembicaraan seantero desa.

Di dalam desa ini ada setra atau kuburan. Walaupun penduduk desa Penglipuran Bali memeluk agama Hindu tapi penduduk desa Penglipuran Bali tidak mengenal upacara pembakaran mayat, jadi mayat langsung dikubur.

Budaya pengelompokan dari tata ruang desa sangat terlihat disini. Di bagian utara dan letaknya lebih tinggi dari rumah penduduk terdapat pura Desa yang disebut pura Penataran.

Desa ini selain udaranya sejuk dan bersih, bebas dari sampah, di kiri dan kanan jalan disediakan tong sampah, tidak ada sampah yang berserakan.
Tidak ada pedagang kaki lima yang memaksa kita untuk membeli barang dagangannya. Jika kita mampir ke rumah penduduk , mereka akan memperlihatkan hasil karyanya jika mau beli silahkan, tidak ada upaya agar kita membeli. Kondisi ini kontras dengan di Kintamani, pedagang kaki lima menawarkan barang dengan agresif dan sedikit memaksa.

Menjelang Hari Raya Galungan yang diperingati setiap enam bulan sekali, desa makin cantik dengan hiasan penjor di tiap-tiap rumah. Rombongan gadis dengan pakaian adat yang membawa banten menuju pura membuat adat Bali makin kental terasa.
Desa Penglipuran Bangli

Setelah puas berkeliling desa adat Penglipuran kita kembali ke parkiran mobil untuk melanjutkan perjalanan ke tujuan berikutnya.